tahapan alur cerpen di depan jenazah ayah
B. Indonesia
intantobing4465
Pertanyaan
tahapan alur cerpen di depan jenazah ayah
1 Jawaban
-
1. Jawaban HaFiDzzZ2
Handphone Ayah (CERPEN) Siang itu, Ayah mengajak Adam ke toko sepatu. Sepatu Adam memang sudah sempit dantak nyaman lagi dipakai. Namun karena ayah Adam belum punya uang lebih, maka baru hari ini permintaannya dikabulkan.Adam dan ayahnya naik bus patas AC jurusan Blok M. Ongkosnya lumayaan mahal, pikirAdam. Dan karena hari itu hari Minggu, banyak bangku kosong yang tersedia.“Di sini saja, Yah,” kata Adam sambil menarik lengan ayahnya. Mereka duduk di barisanketiga dari bangku sopir. Sebelum duduk, ayah Adam memindahkan handphone yang ada disakunya ke sarung di pinggangnya supaya tidak mengganggu duduknya.“Setiap hari Ayah naik bus ini, ya, ke kantor?” tanya Adam. “Tiap hari? Bisa- bisa kamu tidak pakai sepatu ke sekolah,” jawab Ayah meledek. “Tarifnya kan, mahal. Lebih baik ayah naik bus biasa dan sisanya bisa ditabung buatkeperluan sekolahmu,” jawab ayah. Adam terdiam mendengar jawaban ayahnya. Dalam hati ia terharu sekaligus bangga,karena Ayah rela setiap hari, berbulan-bulan berdesak-desakan, kepanasan, dan membantingtulang demi kepentingan keluarganya. Sementara Adam sendiri, baru sebulan pakai sepatukesempitan sudah mengeluh setiap hari.Bus melaju kencang dan keluar dari tol Komdak. Di halte Komdak, banyak penumpangyang turun dan banyak pula yang naik. Tiba-tiba naik juga 3 orang pria. Salah satunya duduk disisi Ayah.“Permisi, Pak,” kata pria itu ramah. “Silahkan!” jawab Ayah sambil menggeser tempat duduknya. Pria yang berpakaian rapi itu pun duduk di samping Ayah. Sementara kedua temannyaduduk di bangku di sebelahnya.Adam mulai curiga melihat gerak-gerik mereka. Apalagi orang yang di sebelah Ayahselalu melirik ke arah handphone Ayah. Dan tiba-tiba orang itu pindah tempat ke depan bangkuteman-temannya. Ayah Adam kemudian bergeser ke posisinya semula, sehingga tempat dudukmereka kembali lega. Namun pada waktu bergeser ayah Adam merasa ada sesuatu yang ganjil. Ia meraba pinggangnya. Betapa terkejutnya ia ketika handphone-nya sudah tidak terselip di pinggangnya.“Wah! Handphone ayah hilang, Dam!” seru Ayah sambil bangkit berdiri. Ia lalumemeriksa jok kursi, kalau-kalau handphone-nya tejatuh. Adam juga sibuk mencari, bahkanmemeriksa kolong-kolong bangku.“Pasti ada yang mencuri.” Ujar Ayah. Penumpang lain menoleh ke arah mereka,mendengar ribut-ribut di dalam bus.“Ada apa, Pak?” tanya kondektur bus. “Handphone saya hilang. Tolong berhenti di halte itu,” kata ayah Adam sambil menunjukhalte di perempatan jalan. Kebetulan di halte itu ada polisi yang sedang mengatur lalu lintas.LaluAyah maju ke depan,”Mohon jangan ada yang turun dulu. Yang turun berarti itulah pencurinya,” kata Ayah dengan suara lantang. “Oh, tidak bisa begitu, dong! Dari mana Bapak tahu kalau yang mengambil ada di dalam bus?” protes orang yang tadi dudukdi samping Ayah. Teman-temannya mengiyakan.“Benar! Mana buktinya? Pokoknya kami mau turun di sini,” kata teman orang itu lagidengan suara keras dan agak mengancam,.