B. Indonesia

Pertanyaan

contoh resensi bahasa dan sastra Indonesia

1 Jawaban

  • Judul Buku                  :           Benih Kayu Dewa KapurPenulis                         :           Hanna FransiscaPenerbit                       :           PT Komodo BooksTanggal Terbit             :           Mei 2012Jumlah Halaman          :           160 halamanUkuran Buku              :           14 x 20,5 cmJenis Cover                  :           Lukisan Cover, Hard Cover, dan Soft CoverKategori                      :           Kumpulan SajakTeks                             :           Bahasa Indonesia

    Penyair yang mengumpulkan sajak-sajaknya dalam buku ini bernama Hanna Fransisca. Ia juga memiliki nama Cina yaitu Zhu Yong Xia. Buku ini adalah buku kedua Hanna setelah buku pertama yang berjudul Konde Penyair Han (2010). Buku kedua yang berjudul Benih Kayu Dewa Kapur menjadi kegiatan yang mengasyikkan saat membacanya.
    Hanna Fransisca ataupun Zhu Yong Xia merupakan dua buah nama yang dimiliki satu orang. Hal tersebut diibaratkan seperti dua sisi mata uang. Dan di buku  Benih Kayu Dewa Kapur ini, sajak pertama, yang berjudul “Bakpao Tionghoa”, mengharuskan saya untuk membolak-balik mata uang itu.Bakpao putih, pipi gadis Tionghoa, jelmaan bangau jelitadi atas telaga. Ia tahu kapan ikan birahi,kapan saat katak remaja kasmaran, yang mengantar mereka pada mautdi tepi-tepi.Berdasarkan penggalan sajak tersebut, saya tahu bahwa bakpao adalah salah satu hasil kebudayaan yang berasal dari kebudayaan bangsa Tionghoa, tetapi Hanna tetap memakai “Tionghoa” sehingga saya dapat memahami tanda “bakpao” sebagai penanda dan “Tionghoa” sebagai petandanya. Hubungan-hubungan antara bangau, ikan, katak, dan maut saya baca sebagai dasar untuk menghayati sajak-sajak lain dalam buku ini. Hubungan-hubungan itu semakin erat dengan munculnya “lelaki” dalam sajak tersebut. Ketika Hanna menuliskan,Para lelaki gemar membuat gelembung air,menjadikan bayangan payudara seperti mimpi.            Dari penggalan sajak di atas menjadikan saya memiliki pemikiran yang tak jelas mana yang penanda, dan mana petanda. Bakpao saya baca sebagai penanda, dan ketika ada dua bakpao “turun bagai bidadari” dari langit “memasuki hasrat, lurus menusuk rind”, muncullah petanda yang seketika itu juga berubah menjadi penanda lagi. Dan hal itu semakin tegas ketika diuandangnya lelaki untuk menuntaskan “birahi sebelum mati”. Di awal sajak ini saya jumpai bakpao, Tionghoa, bangau, telaga, ikan, katak, dan maut. Semua itu dijajarkan dengan kasmaran, birahi, dan maut.            Secara umum, puisi-puisi atau sajak Hanna bertema kemanusiaan. Di beberapa karyanya ia mengangkat tradisi-tradisi masyarakat Cina yang selama ini dihayati dan dijalaninya, seperti Cap Go Meh dan Hari Kur Bulan, tapi mengkritik keras tradisi masyarakat Cina yang dianggapnya tak adil.            Dengan sajak-sajak kulinernya, sebenarnya Hanna sudah ikut memberikan kesegaran pada khasanah puisi kita. Bukan hanya karena ia mengerjakan sesuatu yang tidak dikerjakan oleh penyair-penyair lain secara intens, melainkan karena ia menggarapnya dengan prespektif dan teknik yang bukan sembarang. Hanna telah berusaha sebaik-baiknya untuk menempatkan kata-kata itu sedemikian rupa sehingga memiliki tenaga yang diperlukan untuk menyusun jawaban atas pertanyaan-pertanyaan para pembaca karyanya.

Pertanyaan Lainnya