IPS

Pertanyaan

Contoh usaha menciptakan iklim usaha yang kondusif

1 Jawaban

  • MENCIPTAKAN IKLIM BISNIS YANG SEHAT DAN KONDUSIF
    Tuesday, 09 January 2007
    MENCIPTAKAN IKLIM BISNIS YANG SEHAT DAN KONDUSIF

    Oleh : KH. M. Shiddiq al-Jawi

    Fakta Iklim Bisnis

    Bisnis adalah segala kegiatan produsen untuk memproduksi dan memasarkan barang/jasa kepada konsumen untuk
    memperoleh laba (profit) (Straub & Attner, 1994). Sedangkan iklim bisnis –dimodifikasi dari definisi “iklim investasi” Stern
    (2002)– adalah semua kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang
    diharapkan terjadi di masa depan, yang dapat mempengaruhi kegiatan bisnis (Kuncoro, 2006).

    Iklim bisnis dipengaruhi banyak faktor. Berdasarkan survei, faktor utama yang mempengaruhi iklim bisnis adalah tenaga
    kerja dan produktivitas tenaga kerja, perekonomian daerah, infrastruktur fisik, kondisi sosial politik, dan institusi
    (Kuncoro, 2006). Faktor institusi yang dimaksud, terutama ialah institusi birokrasi (pemerintah).

    Untuk kasus Indonesia, birokrasi banyak disorot karena justru melahirkan iklim bisnis yang tidak kondusif. Studi Bank
    Dunia (2004) menunjukkan, alasan utama investor khawatir berbisnis di Indonesia adalah ketidakstabilan ekonomi
    makro, ketidakpastian kebijakan, korupsi (oleh pemerintah daerah maupun pusat), perizinan usaha, dan regulasi pasar
    tenaga kerja (Kuncoro, 2006).
    Ketidaksabilan ekonomi makro itu misalnya diindikasikan dengan berbagai kebijakan makro yang justru melumpuhkan
    dunia bisnis, besar maupun kecil. Seperti kenaikan harga BBM yang rata-rata lebih dari 120 %, kenaikan suku bunga,
    kenaikan upah minimum, dan segera menyusul kenaikan tarif dasar listrik dan gas.

    Ketidakpastian kebijakan contohnya adalah pemberlakuan PP No. 63/2003 yang diberlakukan surut sejak 1995 di
    Batam. PP mengenai pajak penjualan barang mewah (PPnBM) dan pajak pertambahan nilai (PPN) tersebut
    mengakibatkan 25 perusahaan penanaman modal asing (PMA) dikabarkan akan hengkang dari Batam.

    Mengenai pungli, reputasi birokrasi Indonesia tak usah diragukan lagi. Pungli telah ada sejak mencari bahan baku,
    memproses input menjadi output, hingga tahapan ekspor. Rata-rata persentase pungli terhadap biaya ekspor setahun
    adalah 7,5 % yang diperkirakan sebesar Rp 3 triliun atau sekitar 153 juta dolar AS! (Kuncoro, 2006).

    Perizinan usaha juga sering dikeluhkan. Kegiatan bisnis sering tertunda karena untuk melakukan bisnis di Indonesia
    butuh waktu 168 hari untuk mengurus perizinan berbelit-belit dengan biaya yang dapat mencapai rata-rata 14,5 % dari
    rata-rata pendapatan pengusaha.

    Inilah gambaran sekilas fakta iklim bisnis, sekaligus fakta iklim bisnis yang tidak kondusif dalam kasus perekonomian
    Indonesia. Para birokrat dan pejabat Indonesia baik di pusat maupun daerah lebih bangga berperilaku sebagai predator
    daripada menjadi fasilitator bagi penciptaan iklim bisnis yang sehat dan kondusif.

    Pangkalnya Sistem Kapitalisme

    Iklim bisnis Indonesia yang tidak kondusif tersebut, tak dapat dilepaskan dari sistem kapitalisme yang ada. Karakterkarakter
    dasar sistem kapitalisme yang destruktif telah menjadi faktor determinan (menentukan) terhadap penciptaan
    iklim bisnis.

    Sebagai contoh, mengapa banyak pungli dan korupsi? Ke mana larinya komitmen moral dan tanggung jawab sosial
    birokrat? Jawabannya dapat dikembalikan pada salah satu karakter dasar kapitalisme, yaitu menomorsatukan selfinterest
    (kepentingan pribadi) (Chapra, 2000). Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations (1776) hal. 27
    menegaskan bahwa self-interest merupakan kekuatan pembimbing bagi individu untuk melakukan aktivitas ekonomi.
    Kata Adam Smith,”Bukan karena kemurahan hati tukang daging, pembuat bir, atau tukang roti kita berharap dapat
    makan malam, melainkan karena mereka mengejar kepentingan pribadi masing-masing.” (Jalaluddin, 1991).

    Ketidakjelasan kebijakan seringkali membuat akses terhadap informasi dan pasar, permodalan, dan teknologi hanya
    dinikmati para pengusaha besar yang berkolusi dengan birokrat yang korup. Pengusaha kecil harus rela mati akibat
    kompetisi tidak fair ini. Mengapa ini bisa terjadi? Jawabannya juga dapat dikembalikan pada salah satu karakter dasar
    kapitalisme, yaitu penerapan prinsip Darwinisme Sosial yang kejam ala Thomas R. Malthus (w. 1834). Esensi prinsip itu,
    yang berhak bertahan hidup hanyalah yang terkuat (survival for the fittest) (Chapra, 2000).

    Walhasil, iklim bisnis yang tidak kondusif itu sebenarnya hanya gejala (symptom) luar dari sebuah masalah inheren yang
    lebih mendasar, yakni eksistensi sistem ekonomi kapitalistik yang pada dasarnya destruktif. Maka solusinya tidak cukup
    kita hanya melakukan reformasi pelayanan publik (seperti perizinan) atau perbaikan moral birokrat. Sistem
    kapitalismenya sendiri juga harus dibongkar total dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang konstruktif dan
    rahmatan lil ‘alamin.

    Menciptakan Iklim Bisnis Kondusif

    Berikut ini akan dijelaskan solusi Islam yang akan dijalankan Negara Khilafah menyangkut metode dan strategi dalam

    menciptakan iklim bisnis yang sehat dan kondusif.



Pertanyaan Lainnya